Kelas : 4EA17
Nama : Ahmad Eko Saputro
Npm : 10211411
Tugas
ke : 4
ABSTRAK
Ahmad Eko Saputro. 10211411
MORALITAS KORUPTOR
Jurnal. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
MORALITAS KORUPTOR
Jurnal. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci: moral, korupsi.
Salah
satu agenda Negara ini yang sedang giat-giatnya adalah memberantas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannya reformasi ada suatu
keyakinan bahwa peraturan perundangan yang dijadikan landasan landasan untuk
memberantas korupsi dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui
Mengapa
bisa terjadi korupsi padahal kegiatan semacam ini sudah banyak lembaga dibentuk
untuk mengawasi kegitan korupsi dan si pelaku korupsi tersebut seperti KPK,
ICW, dan lain-lain, Mengapa praktek korupsi itu sulit untuk diberantas hal
semacam ini yang harus dibahas kenapa korupsi itu sampai butuh waktu lama untuk
ditelusuri proses kejadiannya, Dampak dari korupsi dalam kegiatan bisnis
seharusnya kita sadari apa yang terjadi jika ada yang berbuat semacam ini di
dalam ruang lingkup usaha, dan Siapa yang bertanggung jawab atas kegiatan
korupsi.
Jangan sampai kegiatan korupsi ini menjadi gaya
hidup atau budaya di dalam suatu Negara, dan seharusnya dibuat peraturan atau
sanksi yang bisa membuat efek jera bagi para koruptor, cukup disayangkan jika
koruptor memiliki pemikiran melakukan kegiatan korupsi mendapatkan sanksi hukum
yang tidak terlalu lama dan jika berlaku baik akan mendapatkan remisi dalam
sisa masa tahanannya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Salah satu agenda
Negara ini yang sedang giat-giatnya adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannya reformasi ada suatu keyakinan bahwa
peraturan perundangan yang dijadikan landasan landasan untuk memberantas
korupsi dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini
tersebut dapat di lihat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XI/ MPR / 1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor VIII / MPR/ 2001 Tentang Rekomendasi Arah
Kebijaksanaan Pemberantasaan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan
butir c konsideran Undang – undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang dinyatakan sebagai berikut : “Bahwa undang –
undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang – undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan
lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi”.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
di atas, penulis merumuskan masalah sebagia berikut :
1. Mengapa
bisa terjadi korupsi ?
2. Mengapa
praktek korupsi itu sulit untuk diberantas ?
3. Bagaimana
dampak dari korupsi dalam kegiatan bisnis ?
4. Siapa yang
bertanggung jawab atas kegiatan korupsi ?
1.2.2 Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah dalam
penulisan ini hanya tentang perilaku atau moral yang dimiliki oleh individu
atau manusia dalam kegiatan korupsi.
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui kenapa bisa terjadinya
korupsi
2.
Mengetahui kenapa korupsi itu sulit
untuk diberantas
3.
Mengetahui dampak korupsi bagi kegiatan
bisnis
4.
Mengetahui siapa yang harus bertanggung
jawab atas terjadinya korupsi
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 kerangka Teori
2.1.1 Pengertian moral
Moral (Bahasa Latin
Moralitas) adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai
positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga
moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit
adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi
individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral dalam zaman
sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau
sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang
diajarkan di sekolah-sekolah
dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral
adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah
perbuatan atau tingkah laku atau ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama, Setiap budaya memiliki
standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan
telah terbangun sejak lama.
2.1.2 pengertian korupsi secara
teoritis
Kata Korupsi berasal dari
bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi
adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang
dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan
korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.
Banyak
para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai
makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala
salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus
terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi
terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970)
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana
yangmemperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomiannegara.
Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yangmemperkaya
diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaanuang negara untuk
kepentingannya.Sementara itu, Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi
merupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian
uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapat berupa penyuapan
(bribery), pemerasan (extortion) dan
nepotisme. Disitu ada istilah penyuapan,yaitu suatu tindakan melanggar hukum,
melalui tindakan tersebut si penyuapberharap mendapat perlakuan khusus dari
pihak yang disuap.
Seseorang yang menyuap izin agar lebih mudah menyuap pejabat
pembuat perizinan. Agar mudah mengurus KTP menyuap bagian tata pemerintahan.
Menyuap dosen agar memperoleh nilai baik. Pemerasan, suatu tindakan yang
menguntungkan diri sendiri yang dilakukan dengan menggunakan sarana tertentu
serta pihak lain dengan terpaksa memberikan apa yang diinginkan. Sarana
pemerasan bisa berupa kekuasaan. Pejabat tinggi yang memeras bawahannya.
Sedangkan nepotisme adalah bentuk kerjasama yang dilakukan
atas dasar kekerabatan, yang bertujuan untuk kepentingan keluarga dalam
bentuk kolaborasi dalam merugikan keuangan negara.
Adapun
ciri-ciri korupsi, antara lain:
1.
Melibatkan
lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan
sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang.Bahkan, pada perkembangannya
acapkali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
2.
Serba
kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor
kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha
semaksimal mungkin menutupi apa yang telahdilakukan.
3.
Melibat
elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan
adalah bidang strategis yang dikuasai oleh Negara menyangkut pengembangan usaha
tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan, dan lain-lain.
4.
Selalu
berusaha menyembunyikan perbuatan atau maksud tertentu dibalik kebenaran.
5.
Koruptor
menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa
berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan
kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
6.
Tindakan
korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan
masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam
pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
7.
Setiap
tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang
meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik
untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaanm kedudukan
tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
8.
Setiap
bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri.
Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan dihadapan publik adalah
bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Disatu pihak sang koruptor menunjukkan
perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut
bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk
meningkatkan posisi tawarannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian atau penulisan ini adalah
dengan mencari informasi dari berbagai sumber yang berhubungan tentang penelitian tersebut.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
peneliti dari berbagai sumber yang telah ada peneliti hanya melanjukan proses dari data yang sudah ada. Data sekunder
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti
buku, laporan, jurnal
dan internet.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Mengapa bisa terjadi korupsi ?
Terjadi sebuah kegiatan semacam ini bisa timbul karena beberapa sebab
kerena individu yang awalnya menanamkan dalam benak atau dirinya untuk “Tidak
Pada Korupsi” nyata hal tersebut bisa dia lakukan.
Mengutip
teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
- Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
- Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
- Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Menurut
Arya Maheka, Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah :
- Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
- Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
- Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
- Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
- Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
- Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
- Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
- Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
- Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain
4.2 Mengapa praktek korusi itu sulit
untuk diberantas ?
Menurut
Kuntoro mengapa korupsi sulit sekali diberantas sebagai berikut :
1. Belum rampungnya pembahasan RUU Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
2. Belum selesainya revisi UU Tindak
Pidana Korupsi.
3. Belum dipertimbangkannya LHKPN
(Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) dan LHA PPATK dalam seleksi
pejabat strategis di instansi penegak hukum.
4. Belum digunakannya instrumen hukum
perampasan aset dalam putusan perkara tindak pidana korupsi.
5. Masih buruknya koordinasi lembaga
pengawas eksternal maupun internal di berbagai lembaga pemerintah.
Kalau menurut penulis kenapa prektek korupsi
itu sulit diberantas (hal ini penulis lihat dari setiap kasus dan pelakunya
dari media surat kabar ataupun elektronik) sebagai berikut :
1.
Sikap mental dari individunya.
2.
Ruang lingkup keluarga atau lingkungan.
3.
Desakan ekonomi.
4.
Adanya kesempatan.
4.3 Bagaimana dampak dari korupsi dalam
kegiatan bisnis ?
1.
Menghambat
investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2.
Korupsi
melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program
pembangunan.
3.
Korupsi
menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
4.
Korupsi
berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
4.4 Siapa yang bertanggung jawab atas
kegiatan korupsi ?
Seluruh
instansi Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat baik yang berbentuk Lembaga
Swadaya masyarakat maupun perorangan memiliki tanggung jawab yang sama dalam
mempercepat pemberantasan Korupsi.
Dalam
mempercepat pemberantasan tindak pidana korupsi aparat penegak hukum dan
masyarakat dapat memanfatkan temuan-temuan pemeriksaan lembaga
pengawas/pemeriksa internal dan eksternal seperti Inspektorat/bawasda, BPKP,
Irjen dan BPK sebagai informasi awal. Sebuah langkah maju telah dilakukan oleh
BPK dalam memberikan informasi pengelolaan keuangan daerah/Negara kepada
masyarakat dengan meng-upload hasil pemeriksaan BPK dalam website yang dapat
diakses oleh masyarakat luas.
Sebagaimana
diamanatkan oleh UU No. 15 Tahun 2006 pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa
hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya untuk ditindaklanjuti sesuai dengan tata tertib masing-masing
lembaga perwakilan tersebut. Setelah terpenuhinya ketentuan diatas, maka hasil
pemeriksaan BPK dinyatakan terbuka untuk umum atau telah menjadi dokumen publik
dan dimuat dalam website BPK pada www.bpk.go.id. Aparat penegak hukum, LSM, dan
masyarakat dapat mengakses hasil pemeriksaan BPK yang telah di-upload dalam
website untuk dijadikan sebagai informasi awal dalam mengidentifikasi indikasi
tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan daerah/Negara.
Banyak
contoh hasil pemeriksaan BPK yang dijadikan informasi awal oleh aparat penegak
hukum dalam mengindentifikasi terjadinya tindak pidana korupsi. Kasus yang
masih hangat dan sering menjadi head line mass media nasional adalah kasus
penyalahgunaan dana Bank Indonesia yang disalurkan melalui Yayasan Pengembangan
Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp.100 milliard dan dugaan penyalahgunaan
dana bagi hasil sumber daya alam oleh Bupati Yapen waropen periode 2005 2010
karena diduga telah merugikan keuangan daerah sebesar Rp8,8 milliard. Demikian
juga dengan ICW yang telah memanfaatkan laporan BPK mengenai sistem pengelola
keuangan hasil korupsi di Kejaksaan yang diangap kurang transparan.
BPK tidak berhenti pada pemuatan hasil pemeriksaan pada Website. BPK telah melakukan MOU dengan Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK dalam menangani tindak lanjut hasil pemeriksaan yang berindikasi tindak pidana. Diibaratkan dengan permainan sepakbola, kini BPK memiliki tiga striker atau penyerang sekaligus yaitu KPK, Kejaksaan, dan Polri untuk menciptakan gol ke gawang lawan dan BPK bertindak selaku pemberi umpan. Hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana merupakan umpan bagi ketiga institusi : KPK, Kejaksaan, dan Polri untuk dapat diproses secara hukum.
BPK tidak berhenti pada pemuatan hasil pemeriksaan pada Website. BPK telah melakukan MOU dengan Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK dalam menangani tindak lanjut hasil pemeriksaan yang berindikasi tindak pidana. Diibaratkan dengan permainan sepakbola, kini BPK memiliki tiga striker atau penyerang sekaligus yaitu KPK, Kejaksaan, dan Polri untuk menciptakan gol ke gawang lawan dan BPK bertindak selaku pemberi umpan. Hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana merupakan umpan bagi ketiga institusi : KPK, Kejaksaan, dan Polri untuk dapat diproses secara hukum.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita diketahui bahwa
penananan moral atau akhlak sejak dini itu penting untuk selalu mengingatkan
pada diri sendiri perbuatan yang mementingakan diri sendiri atau satu
organisasi itu tidak baik dan manfaatnya. Kejadian korupsi dan masih banyak
para koruptor tidak terlepas akibat dari lemahnya hukum yang ada di Indonesia,
sehinggaa para koruptor pun tak merasa jera. Pemberantasan korupsi pun menjadi
agenda besar pemerintah yang mesti di prioritaskan dan dipantau terus kasus
demi kasusnya.
5.2 Saran
Segera di perbaiki undang-undang atau
aturan tentang peraturan yang berhubungan dengan korupsi. Coba untuk pemerintah
atau lembaga yang berwenang untuk memberlakukan sanksi hukuman sosial untuk
para koruptor dan memikir matang-matang pemberian remisi untuk para pelaku yang
jelas-jelas telah melakukan tindakan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
CNCNet, 2012. Dalam http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
Darmono, 2009. Percepstsn
pemberantasan korupsi tanggung jawab siapa. Dalam
http://darmono.blogdetik.com/2009/06/29/percepatan-pemberantasan-korupsi-tanggung-jawab-siapa/
Fitri, Marista. 2013. Dalam http://maristafitri.blogspot.com/2013/07/mengapa-korupsi-sulit-diberantas.html
Google, 2013, Moral. Dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Moral
Lamintang,
PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit
Sinar Baru.
Muzadi, H.
2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Malang : Bayumedia Publishing.
Saleh, Wantjik. 1978.
Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar