Senin, 02 Juni 2014

tulisan BHS.INDO-jilid 3_resensi novel


  •   Identitas buku

 Judul novel         : Hafalan Shalat Delisa
Judul Resensi      : Kepolosan, Ketabahan dan Keikhlasan Delisa
Penulis                : Tere Liye
Desain Cover      : Eja-creative 14
Tata Letak           : Alfian
Penerbit               : Republik Penerbit
Kota Terbit          : Jakarta
Tahun Terbit         : 2008
Cetakan               : VI, januari 2008
Deskripsi Fisik     : 266 hlm.; 20.5 x 13.5 cm.
ISBN                   : 978-979-321-060-5
Harga Novel        : Rp 46.000

  • Sinopsis – Resensi Novel Hafalan Shalat Delisa
Sebuah keluarga tinggal di desa bernama Lhok Nga. Lhok Nga adalah sebuah desa yang terletak di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Keluarga tersebut terdiri dari Abi Usman, Umi Salamah, Fatimah, Zahra, Aisyah, serta Delisa. Abi Usman bekerja di salah satu kapal internasional, maka tak heran jika ia pulang ke Lhok Nga setiap tiga bulan sekali, itu pun hanya dua minggu, setelah itu kembali bekerja lagi, sedangkan Umi Salamah bekerja sebagai penjahit sekaligus ibu rumah tangga. Fatimah berusia 16 tahun, Zahra dan Aisyah adalah anak kembar, usia mereka 12 tahun, sedangkan Delisa berusia 6 tahun.

Subuh itu, adzan di Meunasah membangunkan seisi desa. Termasuk keluarga Abi Usman. Kala itu tidak ada Abi Usman. Ia masih bekerja di kapal internasional itu. Peran Abi Usman digantikan sementara oleh Umi Salamah. Kak Fatimah sebagai anak sulung juga ikut membantu peran umi. Kebetulan Kak Fatimah merupakan anak yang dewasa. Setiap subuh ia membangunkan adik-adiknya dengan lemah lembut. Zahra dan Aisyah sangat mudah dibangunkan ketika subuh tiba, berbanding terbalik dengan si bungsu Delisa yang sangat sulit dibangunkan untuk shalat subuh. Pasti saja umi harus turun tangan membantu Kak Fatimah membangunkan Delisa. Delisa dan Kak Aisyah sering bertengkar ketika dibangunkan shalat subuh, karena Karena Kak Aisyah sering meledek Delisa yang sulit dibangunkan, hingga membuat Delisa sedikit kesal. Tak jarang umi turun tangan membantu Kak Fatimah jika bujukan Kak Fatimah sudah tidak mempan lagi membangunkan Delisa.

Delisa masih sulit dibangunkan. Sedangkan Kak Aisyah terus meledek Delisa. Kak Aisyah adalah anak yang iseng, kerjanya setiap hari mengganggu dan meledek Delisa adik bungsunya. Lain sifatnya dari Kak Zahra yang baik hati, tidah cerewet, dan rajin belajar. Apalagi Kak Fatimah, dia kakak yang baik hati dan sangat penyayang, walaupun sedikit tegas.

Delisa anak yang manis dan menggemaskan. Suatu hari Delisa mendapatkan tugas dari gurunya untung praktek shalat beserta bacaan lengkapnya. Jadi setiap hari kerja Delisa adalah menenteng buku hafalan sholatnya sekalius sesekali menghafalnya. Delisa agak sulit menghafal bacaan shalat, mungkin karena dia masih kecil. Bacaan shalat yang iya baca selalu terbalik satu dengan lainnya. Terdengar sangat lucu, tak jarang Kak Aisyah meledeknya karena itu.

Setiap shalat jamaah dalam keluarga Abi Usman, siapa yang menjadi imam harus mengeraskan bacaan shalatnya. Agar membantu serta mempermudah Delisa dalam menghafal bacaan shalatnya. Karena tidak ada abi, sering kali Kak Aisyah, Kak Fatimah, serta Kak zahra yang menjadi imam dan mengeraskan suaranya agar dapat didengar Delisa.

Setiap anak-anaknya yang sukses dari praktek hafalan shalatnya, Umi Salamah selalu memberikan kalung kepada mereka, begitupun dengan Delisa. Umi mengatakan kepada Delisa jika ia lulus praktek shalat, umi akan memberikan hadiah kalung untuk Delisa. Delisa sangat senang mendengarnya, Delisa memang anak yang sangat senang jika diberi hadiah.

Keesokan harinya, umi mengajak Delisa ke pasar untuk membeli kalung. Delisa sangat bersemangat, tetapi dia takut hilang di pasar dan ditinggal sendirian, oleh karena itu dia erat memegang umi. Umi membeli kalung tersebut di toko emas milik sahabat abi yaitu Koh Acan. Setiap kali membeli kalung untuk anak-anaknya, umi selalu mendapatkannya dengan setengah harga, umi sealu menolak dan ingin membayar penuh. Tetapi Koh Acan selalu menolaknya. Akhirnya umi memutuskan untuk membeli kalung dengan huruf  “D” D untuk Delisa. Tetapi tidak dengan kakak-kakaknya dulu, mereka hanya diberi kalung tanpa huruf inisial nama mereka.

Delisa dan umi pulang ke rumah. Delisa sangat senang karena kalung itu, meski baru akan diberikan umi setelah praktek shalat nanti berjalan dengan lancar. Setiba di rumah, Delisa langsung memperlihatkan kalung itu kepada kakak-kakanya. Kak Fatimah dan Kak Zahra terlihat biasa saja, tidak marah. Berbanding  terbalik dengan Kak Aisyah yang marah karena iri dengan Delisa, apalagi setelah abi menelpon umi dan ingin membelikan sepeda untuk Delisa,  Kak Aisyah semakin marah. Tetapi berkat penjelasan dari umi, Kak Aisyah kembali mengerti dan tidak marah lagi kepada Delisa.

Delisa terus menghafalkan hafalan suratnya meskipun sering kali terbalik. Padahal Kak Fatimah sudah sering mengajarkan. Delisa sanga bersemangat kerena kalung itu. Bacaannya masih terus menerus terbalik. Sesekali Delisa meminta izin umi untuk melihat kalung itu, agar dia bersemangat lagi hafalannya. Delisa sangat menyukai segala sesuatu yang bernama hadiah.  

Sepulang sekolah Delisa langsung menuju Meunasah untuk mengaji Di TPA dengan Ustad Rahman. Hari itu Delisa agak telat, karena ia tugas piket di sekolah. Delisa lari terburu-buru agar cepat sampai ke TPA, karena Ustad Rahman selalu mengatakan “muslim yang baik adalah yang dapat menghargai waktu”. Walaupun sudah tergesa-gesa datang ke TPA, tetap saja Delisa terlambat beberapa menit. Sesampainya di TPA delisa masuk dengan wajah menggemaskannya, Ustad Rahman hanya tersenyum melihat kelucuan Delisa. Wajah Delisa memang menggemaskan, matanya hijau, rambutnya pirang dan ikal. Kebetulan dia ada sedikit keturunan. Delisa anak yang pandai, dia banyak bertanya mengenai hal yang tidak iya mengerti. Delisa bertanya kepada Ustad Rahman, mengapa bacaan shalatnya selalu terbolak balik, ustad menjawab karena Delisa kurang teliti dan kurang banyak menghafal. Delisa bertanya kembali, bolehkah bacaan shalat terbolak balik ustad? Ustad Rahman menggeleng sambil tersenyum dan menjawab tidak boleh. Ustad bercerita dan menjelaskan kepada anak-anak tentang kekhusukan dalalam melakukan sesuatu. Delisa sangat antusias dengan penjelasan ustad. Sebelum TPA selesai, ustad menutupnya dengan doa bersama.

Sepulang dari TPA Delisa bersama teman-teman laki-lakinya bermain bola di lapangan. Delisa memang agak tomboy, dia senang bermain bola di lapangan. Di tengah permainan Delisa dijemput Tiur untuk berlatih sepeda, karena Delisa mau dibelikan sepeda oleh abi.

Sabtu subuh, 25 Desember 2004. Seperti rutinitas biasa, keluarga Abi Usman melakukan shalat subuh berjamaah. Setelah selesai shahat, Delisa mendekati umi dan memeluknya, tidak seperti biasanya. Lalu mengatakan “Delisa cinta Umi karena Allah”. Umi tertegun mendengar bungsunya berbicara seperti itu. Hingga umi terharu dan menagis bahagia. Kakak-kakak delisapun ikut memeluk umi dan menangis. Pemandangan yang tidak biasa. Seperti biasa Ustad Rahman menutup TPA dengan doa . Dan mengatakan bahwa untuk beberapa hari ke depan TPA diliburkan, karena ustad ada urusan penting. Dia ingin melamar seorang wanita. Anak-anak sangat senang karena dalam beberapa hari TPA diliburkan, begitu pula dengan Delisa.

Sepulang sekolah Delisa mengganti bajunya dan bergegas menuju ke TPA. Iya berangkat cepat sekali. Ternyata ada janji yg hendak ia tagih. Yaitu hadiah yang akan diberikan Ustad Rahman kepada anak yang berhasil membuat terharu orang tua karena mengatakan “aku cinta umi karena Allah”. Delisa menceritakan keberhasilannya kepada ustad, kakak-kakaknya pun ikut terharu. Ustad mengeluarkan sebatang coklat dari kantongnya dan memberikannya kepada Delisa. Delisa sangat senang. Tetapi Delisa merasa berdosa karena mengatakan itu kepada umi demi sebatang cokelat, walaupun saat itu dia benar-benar mengatakannya dari hati. Kak Fatimah telah mengetahui dosa sebatang cokelat itu, tetapi tidak dengan umi.

Keesokan harinya, 26 Desember 2004. Jadwal praktek shalat Delisa. Delisa sudah menghafalkan bacaan shalatnya, meskipun tadi pagi bacaan sujudnya masih terbolak-balik. Umi mangantarkannya ke aula tempat dilaksanakannya praktek shalat. Ibu Guru Nur menguji satu per satu anak. Delisa menunggu giliran dengan cemas. Tidak lama kemudian nama Delisa dipanggil Ibu Guru Nur. Delisa maju ke depan. Umi menatapnya dari jendela kaca. Delisa melakukan hafakan shalatnya dengan khusuk seperti yang diajarkan Ustad Rahman. Di tengah hafalan Delisa, tiba-tiba bencana besar datang, seluruh Aceh bergetar, gempa disertai tsunami menghantam Aceh dan sekitarnya. Delisa tidak bergeming, dia tetap pada hafalan shalatnya. Walaupun Ibu Guru Nur, Umi, serta orang tua lainnya sudah meneriakinya untuk berhenti, tetapi Delisa teap khusuk pada hafalan shalatnya. Hingga ombak tsunami menghantam dirinya, tetapi ia tetap tidak berhenti, karena Delisa sangat khusuk, dan ingin sekali mendapatkan hadiah kalung itu. Seluruh Aceh porak poranda dihantam gempa. Seluruh orang yang berada di TPA ikut hanyut. Negitu pula Ibu Guru Nur dan Delisa. Kaki delisa dihantap pagar aula. Ibu Guru Nur berusaha mencari Delisa didekatnya dan menyelamatkan berusaha menyelamatkannya. Akhirnya Ibu Guru Nur dengan sisa tenaganya menemukan Delisa di dalam air dan berusaha menariknya unntuk naik ke atas papan yg menghanyut. Sayangnya papan itu tidak cukup untuk mereka berdua. Ibu Guru Nur menaikan Delisa ke atas papan dan mengikat Delisa dengan sisa kerudung Ibu Nur yang sudah robek dihantam tsunami. Ibu Nur sudah tidak mampu lagi menahan derasnya ombak dan berbagai hantaman yang menimpa tubuhnya. Akhirnya Ibu Guru Nur meninggal dunia. 

Beberapa saat ketika bencana dahsyat itu terjadi, Aceh luluh lantah. Seluruh bangunan hancur lebur tak tersisa, yang tersisa hanyalah pondasi rumah-rumah. Berita tersebut cepat menyebar hingga ke penjuru dunia. Abi Usman yang sedang bekerja di kapal mendengar berita itu dan segera pulang ke Aceh. Lhok Nga seketika dibanjiri oleh bala bantuan dan para relawan dari berbagai daerah. Setibanya di Aceh dari Toronto, Kanada, abi lansung mencari informasi tentang keluarganya. Tetapi informasi yang ia dapat dari Koh Acan sangat mengecewakan. Koh Acan memberitakan bahwa anaknya Fatimah, Aisyah, dan Zahra ditemukan tidak benyawa dan sudah dikubur oleh para relawan. Abi lemas mengetahui hal itu. Abi berharap umi dan Delisa masih hidup.
Sudah hampir seminggu lamanya bencana itu terjadi. Tetapi delisa dan umi belum juga ditemukan. Delisa masih hidup, dia tersangkut di semak belukar. Dia bermimpi bertemu umi, kakak-kakaknya, serta Tiur dan Umi Tiur. Mereka semua nampak bahagia dan bercahaya. Mereka masuk ke dalam gerbang taman yang indah, tetapi tidak dengan delisa. Begitu Delisa bangun dari pingsannya, Delisa melihat mayat Tiur yang membengkak dan pucat terbaring di sampingnya. Delisa sangat takut. Hal yang paling ditakutinya adalah sendirian. Tubuh Delisa penuh lebam. Sekujur tubuh Delisa penuh luka, begitu pula dengan wajahnya. Betis kaki kanan Delisa yang terhantam pagar aula sudah bernanah dan bertambah parah. Tangan delisa sudah lemas, Delisa bertahan hidup dengan meminum air hujan yang turun, serata memakan buah apel yang entah dari mana datangnya. Delisa juga sudah terbiasa melihat mayat Tiur sahabatnya, dia sudah tidak tahut lagi. Luka di tubuh Delisa makin parah. Sudah hampir seminggu ia tergantung di semak belukar. 

Sersan Ahmed, relawan dari luar negeri menugaskan para prajuritnya termasuk Prajurit Smith untuk mengevakuasi para korban. Prajurit Smith adalah seorang mualaf. Para prajurit yang mencari mengevakuasi para korban menemukan para korban yang sudah tidak bernyawa, hampir seluruhnya tidak bernyawa. Menemukan korban yang selamat hanya sebuah harapan bagi mereka. Karena sudah seminggu lamanya bencana itu terjadi. Kemungkinan kecil ada korban yang selamat. Prajurit Smith terus mengevakuasi korban. Akhirnya Prajurit Smith memperhatikan ada sesuatu menggantung di semak belukar, sesuatu yang bercahaya. Ternyata itu Delisa, Prajurit Smith menemukan Delisa yang masih hidup mengagantung di semak belukar. Lututnya lansung lemas dan terperosok ke tanah. Prajurit Smith langsung menghubungi bala bantuan dari pusat. Tubuh Delisa berhasil diselamatkan dan dibawa dengan helikopter menuju rumah sakit darurat. Sersan smit terus memikirkan Delisa. Belum lama anak dan istrinya meninggal dunia dlam kurun waktu enam bulan. Anaknya seusia dengan Delisa. Sersan Smith terus memikirkan Delisa, memikirkan wajah bercahayanya. Prajurit Smith tidak bisa melupakan wajah bercahaya itu. Dia berpikir bahwa cobaan yang dialami Delisa lebih berat darinya.

Keesokan harinya, Prajurit Smith memutuskan untuk menjadi seorang muslim, dengan dibantu oleh Sersan Ahmed akhirnya Prajurit Smith menjadi seorang mualaf, dan mengganti namanya menjadi Prajurit Salam.

            Dokter Eliza, memutuskan untuk mengamputasi kaki kanan Delisa diamputasi, karena luka yang terlalu parah. Tangan kanannya digips, sedangkan kepalanya digunduli, untuk mengobati luka yang banyak terdapat di kepalanya. Dokter Eliza juga sedang mengusahakan kali palsu untuk delisa. Sersan Ahmed dan Prajurit salam terus mengunjungi Delisa di rumah sakit darurat. Mereka ingin melihat perkembangan Delisa. Delisa dirawat oleh suster muda berumur 25 tahun bernama Suster Shopi. Suster Shopi berasal dari Virginia, ia seorang muslim dan telah mengenakan jilbab.

          Suster Shopi terus menemani Delisa. Ia menunggu hingga Delisa siuman. Ia juga meletakan dua buah boneka Teddy Bear di samping ranjang Delisa. Sedangkan Abi Usman terus mencari informasi tentang Delisa.

         Sudah empat hari lamanya Delisa di rumah sakit, akhirnya Delisa siuman. Suster Shopi setia mendampingiya. Begitu Delisa siuman, Suster Shopi dengan wajah cantiknya menyapa Delisa dengan ramah. Meski delisa tidak mengerti bahasa yang digunakan Kak Shopi. Kak Shopi mengenalkan dirinya kepada Delisa. Delisa agak kesulitan mengeja namanya, dia menyebutnya Kak Cofi. Delisa merasa kesakitan. Dia teringat semua kejadian yang menimpanya. Delisa juga kaget kini melihat dirinya. Tetapi Delisa tetap bersyukur karena masih hidup. Kak Shopi memberiakan boneka Teddy Bear itu kepada Delisa. Delisa sangat senang, apalagi Kak Shopi manambahkan slayer biru ke leher boneka-boneka itu. Kebetulan itu warna kesukaan delisa. Delisa sangat senag, dia masih bisa tersenyum senang diatas segala cobaan yang menimpanya. Suster Shopi sangat kagum dengan Delisa. Suster Shopi memberikan formulir kepada Delisa. Delisa mengisi formulir itu dengan sepengetahuannya. Formulir itu berguna untuk menemukan keluarganya yang masih hidup.

            Informasi itu di tempel di barak penampungan. Abi Usman membaca info tersebut dan segera mendatangi rumah sakit darurat dimana Delisa dirawat. Akhirnya abi menemukan Delisa. Dia sangat sedih melihat kondisi bungsunya Delisa. Delisa sangat senang bertemu dengan abi. Abi kagum kepada Delisa, delisa masih bisa tersenyum wlaupun cobaan yang menimpanya amat berat. Delisa terus bertanya mengenai umi dan kakak-kakaknya. Abi menjelaskan, bahwa kakak-kakaknya telat ditemukan meninggah dan sudah dikuburkan, sedangkan umi belum diketahui keberadaanya. Delisa sedih dan menangis. Delisa rindu umi dan kakak-kakaknya, begitu juga dengan abi. Delisa tidak melenjitkan pembicaraan tentang umi dan kaka-kakaknya, karena dia tau ani sangat sedih jika mengingatnya.

            Suster Shopi tidak pernah absen mengunjingi Delisa. Begitu pula Sersan Ahmed dan Prajurit Salam. Delisa sudah sangat akrab dengan mereka. Suster Shopi sering memberinya cokelat. Beberapa hari setelah Delisa dirawat, kondisinya membaik. Delisa juga sudah mendapatkan kurk sebagai alat bantu berjalan. Delisa mengngat tentang kalung itu, Delisa juga ingat kalau ia sedang hafalan shalat. Tetapi ia benar-benar tidak inget sama sekali tentang bacaan shalat itu. Delisa berusaha mengingat bacaan shalat itu, tetapi setiap mengingatnya kepala Delisa sakit. Delisa berkeliling rumah sakit darurat itu, sambil melatihnya berjalan agar terbiasa menggunakan kurk. Abi bolak-balik ke rumahnya yg kini tinggal pondasi saja. Tak terasa sudah sebulan lebih bencana itu berlalu. Abi membangun sedikit demi sedikit agar bisa menjadi rumah sederhana untuk ditinggalinya bersama Delisa. Kok Acan sahabat abi, yang merupakan penjual emas di pasar kini berjualan martabak aceh di depan rumahnya, barang dagangannya yang berupa emas ikut hanyut terbawa air bah.

            Tak lama kemudian, Delisa kembali ke rumah serhana yang telah selesai dibangun oleh abi dengan sisa tabungan serta uang pesango dan sumbangan yang di dapat dari teman-temannya di tempat kerja. Mereka sudah tidak lagi tinggal di barak penampungan. Delisa juga sudah terbiasa makan masakan abi.

            Delisa juga sudah kembali mengaji di TPA, yang diajarkan Kak Ubay. Kak Ubay adalah seorang relawan.  Delisa dan teman-temannya juga sudah mulai sekolah. Delisa terus menanyakan Ustad Rahman yang tak kunjung ada kabar. Beberapa hari kemudian Ustad Rahman kembali ke Lhok Nga. Ia sanagt sedih melihat kondisi Delisa.

            Tiga bulan telah berlalu, itu artinya masa kerja para relawan sudah habis. Dan harus kembali ke negaranya masing-masing. Delisa dan abi ikut mengantar mereka, delisa sangat sedih karena ditinggal orang-orang yang sudah sangat dekat dengannya. Perpisahan yang sangat mengharukan. Kak Shopi memberikan kalungnya yang berinisial “S” untuk Shopi kepada delisa. Tetapi Delisa tidak mau. Lalu Suster Shopi memberikan dua batang cokelat untuk Delisa. Seperti biasa Delisa langsung menyambar cokelat itu. Sersan Ahmed, Prajurit Salam, dan Suster Shopi memeluk Delisa utuk terakhir kalinya. Abi membantu Delisa untuk berkomunikasi dengan mereka, karena abi pandai berbahasa inggris. Mereka meneteskan air mata.

            Setiap minggu Delisa pergi ke kuburan masal untuk mengunjungi kuburan kakak-kakaknya, dan meletakan tiga batang bunga mawar biru, tak jarang dia bercerita tentang kehidupannya dan abi pasca bencana.
            Tak berapa lama setelah Delisa berziarah kubur delisa mengalami sakit. Setibanya di rumah Delisa terkapar, suhu badannya sangat tunggi. Abi bingung dan akhirnya membawanya ke rumah sakit ditemani Kak Ubay.

            Dokter Peter lamgsung membawa Delisa ke UGD. Selama pingsan, Delisa bermimpi umi lagi. Delisa sangat rindu dengan umi. Dimimpi itu Delisa banyak bercerita kepada umi. Delisa mengatakan dia sangat rindu umi. Delisa juga menceritakan tentang dosa sebatang cokelat itu. Umi memohon kepada Allah agar mengampuni dosa sebatang cokelat itu. Delisa dan umi berpelukan, delisa sangat bhagia. Wajah umi sangat teduh dan bercahaya. Delisa memaksa harus ikut umi. Tetapi umi bergeleng tegas. Umi berkata bahwa Delisa harus melanjutkan hafalan shalatya. Kali ini Delisa dapat mengingat mimpinya. Tak lama Delisa sadarkan diri. Panasnya sudah turun. Abi dan Kak Ubay bergantian menjaga bergantian. Giliran Kak Ubay yang menjaga. Abi pulang untuk berganti baju. Delisa nertanya kepada Kak Ubay, mengapa dia lupa dengan semua hafalan shalatnya. Kak Ubay menjawab, orang lupa karena niatnya tidak murni karena Allah. Delisa teringat sesuatu, ternyata dulu dia hafalan karena ingin kalung itu. Delisa merasa berdosa. Dia tidak ingin lagi kalung itu. Dia ingin hafalan murni karena Allah.

            Delisa pulang ke rumah, dia sudah sembuh. Setelah shalat berjamaah dengan abi, Delisa mengatakan hal yang pernah dikatakanya kepada umi. “Delisa cinta Abi karena Allah”. Abi tertegun, menagis terharu mendengarnya. Kali ini benar-benar dari hati, bukan karena hadiah.
            Delisa terus menghafal bacaan shalatnya. Seminggu kemudian ia hafal bacaan shalat itu. Delisa kembali sekolah, Ibu Guru Ani satu-satunya guru yang selamat karena bencana itu, memberikan surat dari sahabat di luar negeri. Ibu Guru Ani membantu menerjemahkannya. Delisa dibnatu abi membalas surat tersebut dalam bahasa inggris, Ibu Guru ani yang menyuruhnya. Abi mengadakan pesta kejutan kecil untuk Delisa. Seluruh teman abi, tak lupa teman-teman Delisa serta Kak Ubay dan Ibu Guru Ani juga Hadir. Delisa mendapat kejutan kaki palsu yang dikirim oleh Dokter Eliza yang dititipkan kepada Ibu Guru Ani. Delisa sangat senang mendapatkannya. 

Keesokan harinya Kak Ubay mengajak anak-anak TPA ke bukit dekat Lhok Nga untuk melukis pasir. Setibanya di bukit Delisa sangat senang dan melukis kaligrafi di pasir. Waktu ashar pun tiba. Kak Ubay dan anak-anak bergegas untuk shalat berjamaah. Ini untuk pertama kalinya Delisa shalat dengan sempurna, dengan bacaan yang benar dan lancar. Delisa sudah tidak ingin kalung itu, Delisa hanya ingin shalat dengan benar. Kak Ubay melihat wajah Delisa yang bercahaya. Selesai shalat berjamaah anak-anak bermain pasir kembali. Hari sudah sore. Anak-anak bergegas pulang. Mereka membersihkan badan dan pakaian mereka. Saat Delisa ingin mencuci tangan di sungai kecil dekat bukit, sambil menyibak rambut ikalnya yang mulai tumbuh. Delisa menatap sesuatu di seberang sungai. Sesuatu yang memantulkan cahaya bewarna kuning. Delisa gemetar menyebrangi sungai kecil itu untuk melihat benda apakah itu. Delisa terperangah melihat benda itu, ternyata kalung. Kalung yang ia kenali. “D” untuk Delisa. Delisa lemas dan menagis. Dia kembali melihat kalung itu, ternyata kalung itu bukan tersangkut di dedaunan. Malainkan tersangkut di tangan yang sudah menjadi kerangka. Kerangka itu merupakan kerangka umi. Delisa menangis terisak.
             

  • Unsur Intrinstik Novel
1.      Tema
1)  Kepolosan anak berumur 6 tahun yang membaca doa tidur.
2)  Sifat tabah seorang anak yang berumur 6 tahun setelah ditinggalkan sebagian orang-orang terdekatnya setelah bencana tersebut dan ketabahan untuk menjalankan sisa hidupnya dengan apa yang sudah terjadi.
3)  Setelah terjadi bencana tersebut delisa baru memahami apa itu arti dari sifat ihklas, setelah memahami baru ia mampu menghafal bacaan shalat yang selama ini dia sulit untuk menghafalkannya.

2.      Tokoh dan penokohan.
1)  Delisa : Pemalas, lucu, manja, baik, dan suka memberi
“Kak Fatimah ganggu saja… Delisa masih ngantuk!” Delisa bandel menarik bantak. Ditaruh di atas kepala. Malas mendengar suara tertawa Kak Fatimah.( 2008:2)

2)  Ummi Salammah : Baik, sabar, dan bijaksana

“Tetapi doanya tetap nggak seperti itu kan, Delisa….” ummi menambahkan. “Kamu kan dikasih tahu artinya oleh Ustadz Rahman… Nah kamu boleh baca seperti artinya itu… Itu lebih pas… Atau kalau Delisa mau lebih afdal lagi, ya pakai bahasa arabnya! Entar bangunnya insya Allah nggak susah lagi… Ada malaikat yang membangunkan Delisa. (2008:7)

3)  Fatimah : Baik dan perhatian
“Delisa bangun, sayang…. Shubuh!” Fatimah, sulung berumur lima belas tahun membelai lembut pipi Delisa. Tersenyum berbisik. (2008:2)

4)  Aisyah : Usil, iri hati, dan baik
Delisa menggeliat. Geli. Cut Aisyah nakal menusuk hidungnya dengan bulu ayam penunjuk batas tadarus. (2008:1)

5)  Zahra                     : Pendiam dan baik 
6)  Abi Usman            : Baik dan sabar
7)  Umam                    : Jahil, usil, nakal, dan pemurung
8)  Tiur                        : Baik dan pengertian
9)  koh Acan               : Baik, suka menolong dan suka memberi
10)   Shopie                  : Baik dan penyayang serta pengertian
11)   Smith atau salam    : Baik,penyayang dan suka menolong
12)   Ustadz Rahman     : Tawakkal, sabar, pengertian, dan baik hati
13)   Ibu guru Nur         : baik dan penyayang
·      Tokoh pembantu atau figuran : Dokter Eliza, Sersan Ahmed, Chi-bi, Papa Liem,
Tiar Er, Umi Tiur, dan Teuku Dien.

3.   Latar
1.   Latar tempat
Kompleks sederhana di pesisir pantai Lhok Nga di Banda Aceh.

2.   Latar waktu
Pada saat Delisa menjalani test hafalan Sholatnya. Pagi itu, Sabtu 26 Desember 2004

3.   Latar suasana
Suasana saat akan terjadi Gempa sangat tragis, seluruh orang pergi berhamburan mencari tempat yang aman.

4.   Alur
Maju–mundur–maju (campuran)
Alur dari cerita ini yaitu maju, mundur, maju (campuran) karena pada novel ini digambarkan bahwa Delisa sehari-hari sekolah dan menghafal bacaan shalat lalu ditengah-tengan cerita delisa mengenang masa-masa saat sebelum keluarganya meninggal karena bencana Tsunami dan akhirnya ceritanya delisa berhasil menghafalkan bacaan shalatnya.

5.   Sudut Pandang
orang ketiga serba tahu.

6.   Amanat
Dari novel ini banyak sekali amanat yang harus memjadi bahan intropeksi, seperti :
1)  Untuk mencapai sesuatu  yang diinginkan jangan memikikan hadiah atau imbalannya.
2)  Karena dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.
3)  Hidup di dunia ini harus memiliki sikap saling tolong menolong.
4)  Teruslah bersyukur dengan apa yang diberikan oleh ALLAH SWT.
5)  Jangan pernah putus asa dalam menjalani hidup ini.
6)  Sayangi keluargamu seperti ia menyayangimu.

7.    Keunggulan dan kelemahan novel
1)  Keunggulan Novel
·      Novel ini mengajarkan kita akan apa arti hidup sederhana, ihklas, tulus, bekerja keras, dan senantiasa bersyukur.
·      Sebuah bacaan menarik yang sangat inspiratif
·      Kata-katanya mudah dipahami
·      Pewatakan tokoh mudah dipahami dan digambarkan secara jelas
·      Alur cerita mudah dipahami meski alur maju mundur, dan alur tersebutlah yang membuat kita menjadi semakin penasaran bagaimana akhir ceritanya
·      Didalam novel ini terdapat footnote yang mendoakan tokoh utamanya dan sifat cemburu penulis kepada tokoh-tokoh pada novel ini.

2)  Kelemahan Novel
·      Halaman novel cukup tebal.
·      Ada beberapa kata-kata yang masih menggunakan bahasa daerah.
·      Tidak ada autobiografi penulis novel.

8.   Kesimpulan
Novel ini pantas dibaca untuk siapa saja, terutama untuk anak-anak di zaman sekarang. Sesuai konsepnya yang inspirasional, novel ini memberikan kita banyak inspirasi dan banyak sekali hikmah yang terkandung didalamnya, pesan dan kesan yang dapat mengalir hingga ke lubuk hati dan pikiran. Sebuah novel yang mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang sederhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar